Status Para Penolong Thogut Dalam Hukum Islam - Download Gratis Buku Islam lay out :

blog ini berisi materi-materi dakwah islam yang wajib dimiliki para mahasiswa, dai, penceramah, pelajar dan kalangan umum yang ingin dan sedang mempelajari islam, dan semua isinya bisa di download secara gratis

Sabtu, 10 Februari 2018

Status Para Penolong Thogut Dalam Hukum Islam


STATUS PARA PENOLONG THOGHUT DALAM HUKUM ISLAM
Kajian Kritis Terhadap Buku
Ar Risaalah Al Liimaaniyyah Fil Muwaalaah

Risalah tersebut pengarangnya adalah: Ustaadz Thol’at Fu’aad Qoosim, risalah tersebut juga merupakan pedoman syar’iy dan pemikiran bagi Al Jamaa’ah Al Islaamiyyah Mesir. Dan risalah tersebut merupakan penyempurna buku yang Al Qoulul Qoothi’ Fii Man Imtana’a ‘Anisy Syaroo-i’ yang telah saya kritik sebelumnya. Dalam halaman b dalam Kata Pengantar buku Al Qoulul Qoothi’ dikatakan: “Dan tidak samar lagi bahwasanya kami membedakan antara para penguasa yang merubah hukum dengan para personal di dalam kelompok mereka yang menolong dan membelanya. 

Adapun para penguasa, mereka adalah orang-orang murtad lantaran mereka telah mengganti syari’at Alloh. Sedangkan personal dari kelompok mereka, maka tidak samar lagi bahwasanya ia harus diteliti syuruuthul ahliyyah (syarat-syarat bisa dijatuhi vonis hukum) dan mawaani’ (hal-hal yang menjadi penghalang) nya, dan harus dilaksanakan iqoomatul hujjah (disampaikan penjelasan) sebelum divonis murtad secara ta’yiin.” Maka buku Ar Risaalah Al Liimaaniyyah datang untuk membahas tentang hukum semua personal dari anggota kelompok (pemerintahan) yang membantu dan membela penguasa yang murtad. 

Dan kesimpulan penulis risalah ini sama dengan kesimpulan penulis Al Qoulul Qoothi’, yaitu menentukan status hukum kelompok ini (pemerintah) dan tidak menetapkan suatu hukum tertentu terhadap semua personal anggotanya kecuali setelah tabayyun (klarifikasi) tentang keadaan para personal anggota tersebut secara ta’yiin. Maka dalam penutupan risalah tersebut pada halaman 37-38 dikatakan: “Akan tetapi setiap orang yang mengangkat dirinya sebagai hakam (pemutus perkara) yang memutuskan perkara di tengah-tengah manusia hendaknya pertama kali ia melihat jenis muwaalaah (loyalitas) nya: apakah termasuk muwaalaah dhoohiriyyah  (loyalitas secara dhohir) saja atau termasuk muwaalaah baathiniyyah (loyalitas secara batin). Jika termasuk muwaalaah dhoohiriyyah  --- dan di sana tidak ada manfaat dan kemaslahatan sedikitpun yang bisa diterima --- maka pelakunya adalah berdosa dan bermaksiyat sesuai dengan derajat perbuatannya. Adapun jika termasuk muwaalaah baathiniyyah maka ini merupakan kekafiran dan dijelaskan kepada pelakunya dengan kekafirannya dengan cara iqoomatul hujjah (menyampaikan penjelasan). 

Atas dasar ini maka kita tidak bisa --- tidak dibenarkan --- untuk memvonis kafir --- secara ta’yiin --- setiap orang yang berwalaa’ (loyal). Sama saja baik berwalaa’ kepada orang-orang kafir atau kepada sebuah pemerintahan atau kepada sebuah ideologi kafir, sebelum melaksanakan kaidah-kaidah yang telah kami jelaskan. Memang kita menyatakan bahwa perbuatan tersebut secara umum adalah perbuatan kafir, atau bahwa pemerintah tersebut secara umum adalah pemerintah kafir, namun untuk men ta’yiin kepada personal-personalnya tidak dibenarkan kecuali setelah melaksanakan kaidah-kaidah yang telah kami sebutkan. 

Misalnya pemerintah Mesir sekarang ini adalah pemerintah kafir, sedangkan personal-personalnya secara ta’yiin --- selain presiden --- maka wajib melaksanakan apa yang telah kami sebutkan sebelum memvonis kafir kepada setiap orang di antara mereka. Dan presiden ini dikecualikan karena memang kekafirannya disebabkan hal-hal yang lain selain al muwaalaah (loyal), justru di sini dialah yang diberi walaa’ (loyalitas) dalam permasalahan ini. Adapun jika yang dimaksud itu adalah membahas kekafirannya, maka berwalaa’ (loyalitas) dia kepada barat atau kepada Yahudi mencabut kaidah-kaidah tersebut. 

Dan demikian pula dengan aparat keamanan negara Mesir sekarang ini adalah aparat kafir, namun secara ta’yiin (personalnya) yang bekerja di dalamnya --- yang tidak kita ketahui keadaannya dan tidak kita ketahui pula jenis walaa’nya --- maka kita tidak boleh memvonis kafir kepadanya sebelum melaksanakan apa-apa yang telah kami sebutkan.” 

Dan penulis risalah ini memberikan sebutan kepada prang yang mengatakan bahwa para pembantu penguasa tersebut kafir secara ta’yiin dengan berbagai sebutan di antaranya, pada halaman 3: “… orang yang terjerumus dalam khondaqut takfiir (parit orang yang suka mengkafirkan)… ”, dan pada halaman 4: “… masuk dalam perangkap piramide takfiir… ”, dan juga pada halaman 4: “… maka mereka sesat dan menyesatkan… ”, dan pada halaman 6: “… Kami telah meliahat srigala-srigala takfiir telah keluar dari hutan-hutan seperti ini… ”. 
Dan pada tulisan-tulisan berikut ini anda akan melihat celaan-celaan yang dilontarkan oleh penulis risalah tersebut yang terkena pertama kali adalah Abu Bakar Ash Shiddiiq dan seluruh sahabat yang bersamanya, karena sesungguhnya mereka telah bersepakat untuk mengkafirkan orang-orang yang menjadi pendukung orang murtad secara ta’yiin.

SELENGKAPNYA SILAHKAN DOWNLOAD BUKU VERSI PDF NYA DENGAN KLIK DIBAWAH INI:
 ahkam 10



Tidak ada komentar:

Posting Komentar