Panduan Memutuskan Perkara Dengan Hukum Alloh - Download Gratis Buku Islam lay out :

blog ini berisi materi-materi dakwah islam yang wajib dimiliki para mahasiswa, dai, penceramah, pelajar dan kalangan umum yang ingin dan sedang mempelajari islam, dan semua isinya bisa di download secara gratis

Sabtu, 10 Februari 2018

Panduan Memutuskan Perkara Dengan Hukum Alloh


MASALAH KEENAM:

Dalil-Dalil Nash Yang Menunjukkan Kafirnya Orang-Orang Yang Memutuskan Perkara Dengan Selain Apa Yang Diturunkan Alloh

Wajib Memahami Peristiwa Yang Akan Difatwakan.

Ibnul Qoyyim rh berkata: “Seorang mufti dan hakim tidak akan bisa berfatwa dan memutuskan perkara kecuali dengan memahami dua hal:
Pertama: memahami dan mengerti peristiwa dan menyimpulkan apa yang terjadi sebenarnya dari qoriinah-qoriinah, tanda-tanda dan indikasi-indikasinya sampai dia memahami betul peristiwa tersebut.

Yang kedua: Memahami hukum yang wajib diterapkan terhadap peristiwa tersebut. Yaitu memahami hukum Alloh yang Alloh tetapkan dalam kitabNya (Al Qur’an) atau Alloh tetapkan melalui lidah RosulNya mengenai peristiwa tersebut kemudian mengklopkan antara keduanya.

"Maka barangsiapa telah mengerahkan segala kemampuannya untuk merealisasikannya maka dia pasti mendapatkan dua pahala atau satu pahala. Maka orang alim (ulama’) itu adalah orang yang dengan pengertian dan pemahamannya terhadap peristiwa dia gunakan untuk memahami hukum Alloh dan RosulNya.” (A’laamul Muwaqqi’iin I/87-88).

Dan yang serupa juga dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah ketika dia ditanya tentang Tartar dan tentang hukum memerangi mereka, ia menjawab: “Al Hamdu Lillaahi  robbil ‘Aalamiin, Ya, wajib hukumnya memerangi mereka berdasarkan Kitabulloh (Al Qur’an), Sunnah Rosululloh dan kesepakatan seluruh imam kaum muslimin. Dan ini dibangun di atas dua dasar; pertama: memahami kondisi mereka dan yang kedua: memahami hukum Alloh terhadap orang-orang seperti mereka.” (Majmuu’ Fataawaa XVIII/510).

Dan pelajaran yang dapat diambil dari perkataan Syaikhul Islam dan muridnya, Ibnul Qoyyim adalah bahwasanya seorang mufti itu tidak akan mampu berfatwa secara benar pada suatu permasalahan sampai dia memahami keadaan masalah tersebut yang sebenarnya supaya dengan pemahamannya itu dia dapat menentukan hukum Alloh dalam permasalahan tersebut. Atas dasar ini maka fatwa itu tidak syah jika tidak memahami peristiwanya.

Oleh karena itu maka sebelum berfatwa dalam masalah penguasa yang menjalankan hukum ciptaan manusia tersebut kita wajib memahami keadaan mereka secara detil. Dan telah saya jelaskan dalam masalah pertama sampai keempat bagaimana undang-undang tersebut bisa menggantikan posisi syariat Islam. Dan juga telah saya jelaskan kaitannya masalah ini dengan tauhid selain itu juga telah saya jelaskan secara ringkas dampak-dampak memutuskan perkara dengan undang-undang tersebut.

Adapun dalam masalah ini harus diingat bahwa memutuskan perkara dengan hukum ciptaan manusia tersebut mengandung tiga manaath mukaffir (penyebab kekafiran) yang masing-masing merupakan mukaffir dengan sendirinya. Namun pada sebagian orang manaath-manaath tersebut berkumpul padanya, dan kadang pada sebagian yang lain hanya terdapat satu manaath. Manaath-manaath tersebut adalah:

1.Tidak memutuskan perkara dengan apa yang diturunkan Alloh: Karena memutuskan perkara dengan hukum ciptaan manusia dalam suatu permasalahan tidak selalu dibarengi dengan tidak memutuskan perkara dengan apa yang diturunkan Alloh. Dan tidak ada satu permasalahanpun kecuali Alloh mempunyai hukum padanya sebagaimana yang telah saya terangkan pada masalah ketiga.
2.Membuat hukum yang menyelisihi hukum Alloh: yaitu hukum ciptaan manusia itu sendiri.
3.Memutuskan perkara dengan selain apa yang diturunkan Alloh: yaitu dengan hukum yang menyelisishi hukum Alloh tersebut.

Masing-masing dari 3 manaath di atas merupakan mukaffir dengan sendirinya. Dan kami akan sampaikan dalil-dalilnya insya Alloh. Dan para pelaksana hukum ciptaan manusia tersebut berbeda-beda manaath yang ada pada masing-masing personalnya. Sebagian terdapat pada dirinya tiga-tiganya dan sebagian lagi hanya terdapat satu atau sebagian saja. Dan berikut keterangannya:
1.Pemimpin negara, yaitu kepala pemerintahan (Dewan Eksekutif) padanya terkumpul tiga manaath karena dialah yang memerintahkan dan mewajibkan untuk melaksanakan hukum ciptaan manusia tersebut secara keseluruhan. Selain itu dialah yang membenarkan (mengesahkan) keputusan-keputusan yang dikeluarkan oleh penguasa perundang-undangan (Dewan Legislatif) untuk diperbolehkan berlaku di negara (manaath kedua) selain itu kadang dia mengesahkan keputusan pengadilan untuk dilaksanakan (manaath pertama dan ketiga).
2.Begitu pula Parlemen atau Dewan Perwakilan Rakyat, yang merupakan penguasa perundang-undangan (Dewan Legislatif) padanya terkumpul tiga manaath. Dialah yang membuat undang-undang baru (manaath kedua). Selain itu dia yang bertanggung jawab untuk mengesahkan berlakunya politik negara secara umum yang diantaranya adalah memutuskan perkara dengan selain apa yang diturunkan Alloh (manaath pertama dan ketiga).

Dan yang sama hukumnya dengan Dewan Perwakilan Rakyat pada manaath kedua (yaitu menetapkan undang-undang) adalah: Lembaga-lembaga tertentu yang dinamakan dengan Menteri Hukum, karena sebenarnya dialah yang membuat undang-undang. Sedangkan Dewan Perwakilan Rakyat hanya berperan untuk mendiskusikan dan mengesahkan undang-undang. Dan yang sama hukumnya dengan Dewan Perwakilan Rakyat tersebut adalah setiap orang yang mempunyai kekuasaan untuk mengeluarkan ketetapan-ketetapan berdasarkan undang-undang di negara tersebut.      
3.Adapun para hakim dan orang-orang yang seperti mereka: pada mereka terkumpul dua manaath, yang pertama dan yang ketiga, yaitu meninggalkan hukum Alloh dan menggunakan hukum yang lain. Apabila dia memutuskan untuk memenjarakan pencuri: maka dia telah meninggalkan hukum Alloh yang berupa potong tangan, dan dia telah memutuskan perkara dengan selain hukum Alloh yaitu dengan memenjarakannya. Dan demikian pula pada seluruh kasus. Para hakim ini biasanya tidak berkaitan dengan manaath kedua, yaitu tasyrii’ (menetapkan undang-undang). Akan tetapi mereka hanya memutuskan perkara berdasarkan hukum yang ditetapkan orang lain. Kecuali di negara-negara yang menganggap proses-proses awal pengadilan itu sebagai hukum yang harus diikuti, maka dalam keadaan seperti ini keputusan-keputusan sebagai hakim dianggap sebagai tasyrii’.

Selengkapnya silahkan download gratis buku versi pdf :
 AHKAM 4


Tidak ada komentar:

Posting Komentar